Oleh: Ilma Alya Ghozy Triediya

PART 1 
Auntumn
atau musim gugur diibaratkan bagaikan seorang yang sangat penyayang, hangat, dan sangat sabar. Di Eropa, musim gugur adalah bagian dari empat musim yang terjadi. Musim dimana pepohonan meluruhkan daun-daun dan meranggas ranting menjadi buah kesepian. Namun musim gugur begitu ditunggu serta dinantikan kehadirannya.

“Hai Shea,” sapa laki-laki  pemilik  bola mata khas  berwarna coklat dengan alis tegas layaknya bulan sabit.

“Hai Sean, mau kemana?” jawab Shea.

“Lupa ada rapat hari ini?” ucap Sean.

“Aku balik dulu ke rumah, ntar kesini lagi kok tenang aja. Ada barang yang ketinggalan,” ucap Shea.

“Mau dianterin nggak?” tanya Sean.

“Engga deh. Taksi online nya dah mau sampai,” jawab Shea.

“Yaudah hati hati ya, jam 5 jangan lupa kumpul di ruang kelas atas,” ucap Sean mengingatkan.

“Oke Sean. Sampai jumpa nanti,” jawab Shea sambil melambaikan tangan meninggalkan lelaki yang masih terpaku ditempat.

Shea kemudian pergi ke rumahnya untuk berganti pakaian karena rok nya basah di jalan saat ia sedang berjalan menuju aula.

Ketika sampai di rumah, ia mengganti roknya dengan celana hitam panjang dan kemeja berwarna putih serta memakai syal berwarna hijau pupus, bertuliskan inisial S.

Kemudian, ia kembali ke kampus yang tidak berjarak lalu menuju ruang rapat. Terlihat Sean sedang duduk di kursi dekat tembok. Dia terlihat sudah mengganti pakaiannya dengan kemeja berwarna hitam polos.

“Kok pakai syal sih? Sakit?” tanya Sean.

Sean melihat syal yang dipakai Shea. Sepertinya perempuan itu memang sering memakai syal yang ia berikan sewaktu acara event kampus dua minggu lalu.

“Sedikit demam,”  jawab Shea dengan nada lemas.

Sean mengecek kening Shea dengan punggung tangannya.

“Fiks nih! She, ayok pulang aja. Terus izin rapat. Nanti aku sampaikan deh,” ucap Sean sambil melihat raut wajah Shea yang sedikit pucat

“Enggak lah, ini kan rapat penting. Lagian aku baik baik aja kok. Gausah lebay deh,” ucap Shea ketus.

“Dasar ya cewe tuh, diperhatiin malah gamau. Pulang aja aku anter,” ajak Sean.

“Engga usah Sean. Lagian bentar lagi rapat mau mulai,” ucap Shea tetap menolak ajakan Sean.

“Dih ngeyel!. Nanti nambah sakit gimana?” ucap Sean khawatir melihat sahabatnya. Perempuan itu masih terlihat sangat lemas.

“Engga papa. Orang aku-nya baik baik aja kok.” ujar Shea kekeh.

Shea masuk ke dalam ruang rapat dengan langkah  lesu. Lalu, dari kejauhan Sean melihatnya dengan tatapan cemas.

Semoga baik baik saja,” ucap Sean dalam hati.

Kemudian sekitar pukul enam, akhirnya waktu istirahat, terlihat Shea keluar dari ruangan. Namun, Sean masih saja memperhatikan Shea karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

“She, makan yuk,” ajak Sean sedikit memaksa.

“Ayo aja deh, aku juga laper si,” ucap Shea.

“She,” panggil Sean.

“Iya?” jawab Shea santai.

“Tapi,  kamu baik-baik aja kan?  kamu keliatan lemes banget loh. Mending balik aja, engga papa. Nanti aku anter deh, beneran.” ucap Sean meyakinkan dan tetap mengajak Shea untuk pulang.

“Engga usah Sean, lagian bentar lagi selese kok rapatnya,” Shea tetap menolak karena ia merasa tidak terlalu parah.

“Yakin? Tapi bener bener pucet loh. Balik aja ayo,” ucap Sean meyakinkan.

“Engga usah maksa deh, orang aku-nya juga gapapa kok. Makan aja, depan tuh,” ucap Shea, lalu menarik tangan Sean untuk pergi membeli makanan.

Sean menghela nafas panjang. Mereka memutuskan untuk pergi menuju Abah nasgor, tempat yang menjadi langganan anak kampus. Sean memutuskan membeli nasi goreng spesial.

“Bah, pesen nasi goreng spesial dua ya, engga pedes,” ucap Sean kepada Abah penjual nasi goreng.

Shea menggerutu sebal, sambil menciutkan bibirnya.

“Ih, kok enggak  pedes semua sih?” protes Shea.

“Inget she, kamu mau cari penyakit apa?” ucap Sean dengan nada sedikit tegas.

“Kan dikit aja, gapapa kali,” ucap Shea ngeyel.

“Lagi sakit diem aja deh,” ucap Sean.

Shea menghela nafas.

“Yaudah terserah,” ucap Shea sebal, lalu duduk di belakang.

Shea masih terlihat lemas. Bahkan suhu tubuhnya semakin tinggi dan wajahnya terlihat semakin pucat.

Sean menjadi sangat cemas. Ia semakin khawatir dengan kondisi Shea.

“Kan bener, udah deh pulang aja. Nasgornya  juga bisa dibawa pulang,” ucap Sean yang masih mengkhawatirkan kondisi Shea.

“Orang tinggal makan kok disuruh pulang,” jawab Shea heran, mengapa sahabatnya ini sangat mengkhawatirkannya.

“Janji? Tapi ntar abis makan langsung pulang,” ucap Sean.

“Satu jam lagi rapat selese Sean! kenapa sih, orang engga kenapa-kenapa kok,” ucap Shea gemas.

“Pokoknya abis makan aku anter pulang, harus nurut,” Sean masih kekeh menginginkan Shea pulang karena kondisinya terlihat semakin lemas.

Tak lama akhirnya makanan datang.

Tiba-tiba datang seorang perempuan yang menghampiri mereka.

“Ada apa nihh kok diem-diem ada yang ngedate, makan nasi goreng berdua aja,” ucap Sarah tiba tiba datang.

Sean tersedak saking kagetnya.

“Bercanda, lanjutin aja tapi itu Shea pucet banget loh. Kamu engga papa She?” ucap Sarah  melihat ke arah Shea.

“Gapapa kok, cuma lagi pusing aja,” jawab Shea tenang melanjutkan makannya.

“Tuhkan bener, udah deh abis ini balik ya,” ucap Sean sambil meyakinkan Shea agar mengikuti apa yang ia katakan.

Shea menghela nafasnya lagi, kemudian menghabiskan sepiring nasi goreng di depannya  yang rasanya sedikit hambar. Namun, rasanya pusing sekali.

Selesai makan, keduanya kembali ke kampus dan masuk ke dalam ruang rapat yang ternyata masih belum hadir semua.

“Shea kenapa? Sakit?” tanya kak Sabrina, khawatir.

“Gapapa kak, cuma lagi pusing aja,” ucap Shea.

“Balik aja gapapa She. Lagian juga keliatan lemes banget,” ucap Kak Sabrina yang melihat bibir Shea yang semakin memucat.

“Ngeyel,” ledek Sean sambil melihat ke arah Shea.

“Sean, anterin dia,” ucap kak Firman.

Sean melihat ke arah Shea. Memang terlihat semakin pucat. Matanya sayu.

“Pulang ya? Aku anter,” tawar Sean lagi, memelas.

Shea tidak bisa menolak lagi. Ia juga sudah merasa lemas dan ia merasakan perubahan suhu badannya jadi panas. Syal nya masih tergantung di leher.

Sean mengambil tas milik Shea dan segera menuju parkiran.

“Naik motor gapapa kan?” tanya Sean.

“Gapapa lah, emang kenapa?” ucap Shea dengan tatapan yang sayu.

“Kalo dingin bilang,” ucap Sean.

Sean lalu menyalakan motor matic hitamnya, melaju menembus dinginnya suasana kota yang cerah dengan lampu kota yang menyala terang.

Terlihat di spion, wajah shea yang murung. Sepertinya cuaca sangat dingin bagi Shea.

Sean mengambil tangan Shea untuk memaksanya agar memasukkan tangan Sea ke dalam saku janet Sean, agar Shea merasa sedikit hangat.

“Se, apa-apan deh,” ucap Shea melepas tangan Sean yang memaksanya untuk memasukkan tangan Shea ke dalam saku jaket Sean.

“Biar engga kedinginan,” jawab Sean.

Shea hanya bisa menurut. Kini, perasaanya sedikit lebih hangat, tetapi Shea  merasa dirinya malah semakin demam.

“Besok ke dokter, aku temenin,” ucap Sean menawarkan.

“Hah?” ucap Shea terjaga dari lamunannya.

Shea hanya mengangguk. Dagunya ia letakkan di bahu Sean. Matanya terlelap.

Tak lama, keduanya sampai di rumah Shea.

“Istirahat, jangan begadang,” ucap Sean menasehati karena ia tau sahabatnya ini pasti tidak akan patuh.

Tak lama, mamah Shea keluar dan menghampiri keduanya.

“Shea? Sudah pulang nak?” ucap mamah Shea.

Sean lalu mencium tangan mamah Shea karena dirinya sudah mengenal keluarga Shea sejak kecil.

“Ini tante, Shea sakit,” ucap Sean sambil menuntun Shea kepadaa mamahnya.

“Kenapa nak? Demam?” ucap mamahnya lalu mengecek tubuh Shea dan memang benar Shea demam tinggi.

“Tante, Sean balik ke kampus lagi ya, soalnya rapat belum selesai,” pamit Sean.

“Iya Sean. Terimakasih ya udah mau direpotin sama Shea. Hati hati ya nak,” ucap mamah Shea.

“Iya tante, makasih. Besok aku jemput,” ucap Sean sambil menatap Shea.

“Engga usah Se, paling besok juga udah sembuh. Dibilang gapapa kok,” ucap Shea lalu dibalas anggukan oleh Sean.

“Shea emang gini, bandel. Yasudah nak, Shea mungkin perlu istirahat aja. Kamu hati hati di jalan, rame soalnya,” ucap Mamah Shean

“Iya tante, Sean balik ke kampus dulu,” pamit Sean.

“Cepat sembuh winter bear. Jangan kebanyakan pikiran,” ucap Sean sambil tersenyum.

Sean lalu pergi dan melambaikan tangannya. Shea tersenyum lalu masuk ke dalam rumahnya.

——–———-BERSAMBUNG—————-—