Oleh : Asagi Mukti Nur Andika

Bhaskara.id – Beberapa hari terakhir, masyarakat cukup dikejutkan dengan kebijakan pemerintah dalam pembuatan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai syarat untuk keperluan kepengurusan jual beli tanah dan kepengurusan layanan publik. Kebijakan ini terdapat di dalam implementasi intruksi presiden (INPRES) nomer 1 tahun 2022 yang di aktifkan pada tanggal 1 Maret 2022 kemarin.

Sebelum adanya kebijakan terbaru, kartu BPJS Kesehatan hanya digunakan pada saat masyarakat berobat ke puskesmas ataupun fasilitas kesehatan lainnya. Sedangkan saat ini, semenjak ada kebijakan terbaru masyarakat wajib memiliki kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat dalam kegiatan kepengurusan berbagai layanan publik. Contohnya dalam kepengurusan SIM, STNK, SKCK, bahkan kepengurusan jual beli tanah dan administrasi anak untuk masuk sekolah juga memerlukan adanya kartu BPJS Kesehatan ini.

Direktur Perluasan dan Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan, David Bangun memastikan bahwa seluruh proses implementasi Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) dalam urusan peralihan hak tanah atau jual beli tanah bisa berlangsung dengan sebaik mungkin. Hal tersebut diungkapkannya dalam kunjungan ke Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Timur, Selasa (01/03).

“Kami ingin memastikan bahwa seluruh proses yang dilakukan masyarakat berjalan tanpa kendala. Jangan sampai administrasi di lapangan itu sulit, kami ingin memastikan bahwa pengecekan status kepesertaan dan pendaftaran peserta JKN-KIS dapat berjalan dengan mudah dan jelas, sehingga hal tersebut tidak menyulitkan masyarakat dalam proses layanan jual beli tanah,” kata David yang dikutip dari website BPJS.Kesehatan.go.id.

Salah satu alasan dari adanya kebijakan ini adalah untuk menjamin akses pelayanan kesehatan yang berkualitas dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dan menandakan bahwa peserta aktif pada JKN tersebut.

“Dengan tergabung dalam program JKN-KIS, kita akan mendapatkan perlindungan jaminan kesehatan. Dan jika kita selalu sehat, iuran yang kita bayarkan membantu peserta yang sakit,” yang tertulis pada salah satu postingan di Instagram @bpjskesehatan_ri pada Jumat, 25 Februari 2022.

Tentunya setelah aturan baru ini diterbitkan, terjadi berbagai macam respons dari masyarakat, baik respons yang bersifat positif maupun respon yang bersifat negatif. Selebihnya, inilah beberapa rincian akibat adanya kewajiban terhadap kepemilikan kartu BPJS Kesehatan ini.

Secara umum, adanya kartu BPJS Kesehatan sebagai sebuah kewajiban dalam berbagai kepengurusan di atas, jika dilihat dalam segi waktu pelaksanaan bisa saja dinilai sangat mendadak, terlebih jika kita melihat keadaan dari masyarakat saat ini yang masih memiliki permasalahan pandemi yang dikabarkan kembali meluas. Lalu, langkah pemerintah dalam penerapan kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat kepengurusan layanan publik dan jual beli tanah ini juga dianggap kurang tepat, karena kartu BPJS Kesehatan ini dinilai tidak ada hubungannya dengan kedua layanan tersebut, dan diperkirakan dari adanya kewajiban ini, maka hanya akan menambah permasalahan di dalam masyarakat kita saat ini.

Salah satu kritik keluar dari pakar pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah. Ia menyebut dalam beberapa hal, kebijakan penyertaan kartu BPJS tidak sesuai atau tidak nyambung.

“Sampai hal-hal yang tidak ada kaitannya, dikaitkan begitu. Seperti jual-beli tanah misalnya, pakai kartu BPJS,” tutur Trubus pada Rabu (23/2).

Selain itu, kebijakan tersebut dinilai tidak berpihak pada warga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Syarat kartu BPJS berisiko menghambat urusan administrasi, hingga pemohon harus siap didenda.

“Kebijakan ini dipaksakan, dan tidak solutif,” ujar Trubus.

Dosen FISIP Unair, Dr Bintoro Wardiyanto Drs MSi menyebut keputusan pemerintah kurang bijaksana. “Aturan tersebut sebenarnya memiliki tujuan yang bagus dan inovatif. Hal itu dianggap mampu mendorong seluruh masyarakat untuk mendapatkan akses JKN. Namun caranya kurang bijaksana,” kata Dr Bintoro dikutip dari laman Unair, Rabu (2/3/2022).

Saya pribadi pun merasa permasalahan yang akan dialami, khususnya dikala pandemi ini adalah permasalahan yang berkaitan dengan biaya, dimana dengan adanya kartu BPJS Kesehatan ini maka terdapat kewajiban untuk melakukan iuran setiap bulannya. Mungkin saja baik, tetapi waktu pelaksanaannya yang menurut saya kurang tepat.

Sedangkan respons masyarakat terhadap kewajiban kartu BPJS Kesehatan ini kebanyakan adalah respons yang bersifat keberatan, karena masyarakat menilai kewajiban pembuatan kartu BPJS Kesehatan ini dalam prosesnya mungkin saja memakan waktu yang terbilang lama, dan juga karena tidak adanya pihak yang memberikan informasi atau sosialisasi mengenai manfaat dan hubungan secara pasti dari adanya kartu BPJS Kesehatan ini dengan kepengurusan layanan publik dan jual beli tanah tersebut.

Bentuk dari adanya keberatan ini bukan hanya terjadi bagi yang belum mempunyai kartu BPJS Kesehatan, tetapi juga masyarakat yang sudah mempunyai kartu BPJS Kesehatan, juga merasa demikian. Hal tersebut karena bagi masyarakat yang sudah mempunyai kartu BPJS Kesehatan tetapi masih menunggak iuran, maka akan mengalami hambatan dalam kegiatan kepengurusan layanan publik dan jual beli tanah di kemudian hari. Itulah beberapa respons negatif dari masyarakat pada umumnya yang saya dapatkan dari media sosial.

Meskipun banyak hambatan, kita juga tidak bisa terus menganggap negatif program pemerintah yang satu ini, karena program ini pastinya diharapkan memiliki sisi positif, misalnya saja supaya seluruh lapisan masyarakat memiliki jaminan akan kesehatannya. Tetapi, apakah dengan adanya kebijakan INPRES Nomer 1 tahun 2022 ini mampu membuat seluruh lapisan masyarakat memiliki jaminan kesehatan dan pelayanan kesehatan yang maksimal juga?