Ilustri : Kreatif LPM Bhaskara

Oleh : Anggun Putri Nurussyifa

Juara 1 Lomba Essai Nasional 

Festival Pers Mahasiswa LPM Bhaskara 2022

Bhaskara. id – Belakangan ini metaverse sedang hangat-hangatnya dibahas apalagi saat disenggol oleh Perusahaan Facebook yang mengganti namanya menjadi Meta. Dunia Metaverse memberikan kesempatan kita untuk mewujudkan dunia utopia yang dikarang oleh Thomas More pada abad empat belas. Dua kata yang terlintas dalam benak saya jika membahas Metaverse adalah video game. Dalam video game tersebut kita bisa membangun kerajaan utopia yang kita inginkan dengan harta yang banyak dan fasilitas yang lengkap seperti yang terjadi di video game The Sims. Namun The Sims masih dalam bentuk dua dimensi karena seperti kita ketahui bahwa metaverse menjanjikan inovasi tiga dimensi melalui alat virtual reality-nya. Lalu saya teringat pada game yang pernah saya mainkan. Di sana kita bermain menambang batuan dan jika menemukan emas kita bisa menjualnya di pasaran dengan harga tinggi. Lalu bagaimana jika ada sebuah teknologi yang secara nyata menghasilkan keuntungan seperti pada video game tambang emas? Jawabannya ada pada salah satu permainan trading kripto.

Trading kripto mungkin sudah dikenal oleh sebagian masyarakat khususnya bagi yang bermain trading. Bisa dibilang kehadiran kripto masih anak kemarin sore bila dibandingkan dengan jenis trading lainnya karena sudah berumur satu dekade. Menariknya trading kripto mempunyai bagian konsep yang hampir sama dengan permainan video game mencari emas yang ada di play store ataupun app store. Cara mendapatkan mata uang kripto salah satunya dengan menambang mata uang kripto ataupun mining dalam sistem blockchain. Banyak yang mulai tertarik dengan kripto mengingat segala sesuatu yang berbau digital pasti akan memberikan keuntungan. Namun apakah keuntungannya sebanding dengan resiko yang didapatkan?

Kripto merupakan mata uang virtual yang membuat orang bertanya-tanya mengapa mata uang virtual tersebut bisa memberikan keuntungan real. Hal ini dikarenakan kata virtual selalu diasosiasikan oleh sebagian besar orang hal-hal yang hanya bersifat maya dan tidak bisa digenggam. Jika anda salah satu orang yang berpikir demikian maka anda harus mencermati fakta di lapangan. Pengguna mata uang virtual jenis kripto sudah bisa dikatakan cukup banyak. Penelitian Perusahaan Produk Keuangan Finder per 13 Agustus 2021 terdapat 30% pengguna mata uang virtual atau mata uang kripto di 27 negara berasal dari Indonesia. Dalam riset ini, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Vietnam. Sebuah marketplace kripto asal Indonesia yakni PT Indodax juga melalui websitenya memberikan laporan bahwa sejauh ini sudah ada 5 juta pengguna kripto di perusahannya per tanggal 13 Maret 2022.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai peluang kripto perlu diketahui seperti apa mata uang kripto. Mata uang virtual atau mata uang kripto jangan dibayangkan sebagai mata uang elektronik yang disimpan dalam suatu wadah elektronik seperti dalam e-banking ataupun dompet elektronik seperti DANA, Shopeepay, OVO, ataupupun Go-pay. Mata uang kripto punya sebutan mata uangnya sendiri tergantung pada perusahaan yang membuatnya. Jenis mata uang Kripto di dunia diperkirakan lebih dari 13.506 jenis menurut data CoinMarketCAP, namun yang paling terkenal hanya beberapa seperti Bitcoin, Ethereum, Cardano, Polkadot, Tether dan lain-lain. Pada intinya kripto mempunyai karakteristik yang berbeda dengan mata uang elektronik dari segi akses, penerbit, data pemilik dan nilai.

Mata uang virtual kripto dikategorikan sebagai asset digital dibuat oleh sebuah perusahaan dengan menggunakan ilmu kriptografi. Saya tidak akan membahas banyak mengenai ilmu kriptografi, namun saya mencoba memberikan gambaran kripto agar mudah dipahami. Kripto yang dibuat oleh setiap perusahaan berbentuk file yang berisi data dan algoritma tertentu. Antara kripto satu dengan kripto lainnya mempunyai kode unik dalam filenya sehingga akan sulit untuk dipalsukan. Cara mendapatkan kripto adalah dengan menambangnya (mining) seperti kita menambang emas di tambang emas ataupun dalam video game, namun caranya tentu berbeda. Penambang harus mempunyai alat komputer dan software yang mumpuni seperti mining bitcoin yang harganya bisa mencapai seratus juta. Bekal lainnya adalah penambang harus menguasai ilmu kriptografi. Penambang dituntut untuk memecahkan masalah hitungan matematika dari mata uang kripto dalam transaksinya. Setelah berhasil mendapatkan blok baru maka aset kriptonya bertambah. Penambang itu akan menjual aset kriptonya kepada pengguna lain yang menginginkannya. Sehingga akan ada transaksi jual beli aset kripto disitu.

Aset kripto yang dimiliki oleh penambang akan dikonversikan ke dalam mata uang resmi negara tertentu melalui perusahaan yang menyediakan jasa konversi kripto. PT Indodax adalah salah satu market place aset kripto yang menyediakan jasa konversi sekaligus jual beli. Tugas dari Indodax adalah mengkonversikan kripto itu agar menjadi uang resmi negara. Jumlah besaran yang didapatkan penambang tentunya berdasarkan permintaan dan penawaran kripto. Penambang cenderung akan mengkonversikannya ketika harga kripto naik agar untung banyak. Kabar terbaru harga bitcoin di pasaran dunia anjlok di bawah US$ 35.000 per 24 Februari 2022 karena adanya invansi Rusia ke Ukraina. Maka bisa dipastikan penambang tidak ingin mengkonversikan kriptonya karena sebelumnya pada November harga di pasaran dunia masih US$ 68.990. Angka yang cukup menggiurkan tentunya untuk para trader.

Mereka yang memilih kripto dibanding jenis investasi lainnya karena inovasi yang ditawarkan kripto lebih menarik. Pertama, Alasan paling mendasar adalah soal efisiensi waktu dan biaya. Kripto menggunakan metode peer to peer tanpa membutuhkan pihak ketiga. Pengguna langsung dapat melakukan tukar menukar mata uang kripto dengan pengguna lainnya melalui jaringan komputer. Berbeda dengan investasi lainnya yang tentu saja membutuhkan jasa perbankan untuk membantu transaksinya sehingga perlu biaya tambahan. Kedua, soal keamanan yang dianggap lebih kuat. Sama seperti kita menyimpan uang di dompet, mata uang kripto juga butuh dompet yang dinamakan e-wallet (Elektronic wallet). E-wallet ini bisa dibilang lebih aman dibanding dengan dompet kovensional yang sering menjadi santapan lezat bagi pencompet. Dia punya sistem keamanan yang lebih kuat karena menggunakan enkripsi pengamanan melalui tanda tangan pengguna. Jadi sebelum membuka dompet elektroniknya itu ia harus memasukan tanda tangan. Pengguna akan diarahkan untuk membuat tanda tangan palsu (blind signature) untuk menghindari ditiru pihak lain. Tanda tangan yang dibuat itu adalah tanda tangan yang berbeda dari tanda tangan asli pengguna.

Ketiga, soal ingin menghapuskan campur tangan pihak ketiga. Saya melihatnya pengguna kripto menginginkan sebuah kebebasan dan birokrasi yang lebih ringkas. Mereka ingin menghapuskan kehadiran Bank Sentral sebagai pengendali keuangan. Hal ini sejalan dengan tujuan yang dikemukakan oleh pencipta kripto, Satoshi Nakamoto, yang menyebutkan tujuan diciptakannya kripto adalah menghapus kontrol pengendali pusat di seluruh sistem keuangannya. Jadi bisa dibilang kalau kripto adalah bentuk wujud antipati terhadap mereka yang merasa bahwa kehadiran bank sentral menghambat pergerakan mereka. Tujuan penciptaan kripto ini sangat tricky di satu sisi akan memberikan kemudahan bagi penggunaannya, di sisi lain memberikan peluang untuk disalahgunakan.

Respon negara terhadap kehadiran kripto bermacam-macam. Ada yang saklek langsung melarangnya seperti China dan Kolumbia. Ada juga yang memberikan kesempatan pada kripto seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, Uni Eropa dan Indonesia. Saya suka dengan respon beberapa negara yang ‘wait and see’ dalam mengambil kebijakannya. Negara yang ‘wait and see’ ini tampaknya lebih berhati-hati dalam menyikapi kehadiran kripto. Mereka melihat terlebih dahulu perkembangan kripto akan membawa lebih banyak malapetaka atau membawa keuntungan. Negara tersebut masih memperbolehkan penggunaan kripto namun fungsinya dibatasi pada lingkup tertentu, mengingat fungsi mata uang ada banyak diantaranya sebagai alat tukar pembayaran dan sebagai produk investasi. Negara yang wait and see ini akan memperbolehkan penggunaan kripto sebagai produk investasi.

Saya katakan sejauh ini Indonesia telah menerapkan metode ‘wait and see’ karena Indonesia hanya memperbolehkan penggunaan kripto sebagai komoditi investasi. Badan Pengawas Perdagangan Sektor Komoditi Berjangka (BAPPEBTI) telah mengakui kripto sebagai komoditi investasi dengan dikeluarkannya Peraturan Bappebti Nomor 5 tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa berjangka. Saat ini Indonesia masih melarang penggunaan kripto sebagai alat pembayaran. Hal ini dituangkan dalam Pasal 34 huruf a nomor 18/40/PBI/2016 bahwa penyelenggara jasa sistem pembayaran dilarang melakukan pemrosesan transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual currency.

Hal ini membuka tafsiran bahwa jika terjadi kerugian terkait penggunaan kripto sebagai alat pembayaran maka ditanggung oleh pemilik karena sudah ada larangan tersebut. Praktiknya belum ada perusahaan asal Indonesia yang menggunakan kripto sebagai alat pembayaran. Sejauh ini hanya perusahaan asing yang melakukannya seperti Microsoft, Paypal, Overstock, Whole Foods, Etsy, Starbucks, Newegg dan lain-lain. Tampaknya perusahaan asal Indonesia masih patuh terhadap pasal a quo di atas sekiranya mungkin sampai 10 tahun kedepan karena ada pernyataan dari Direktur Eksekutif Kepala Dapertemen Hukum Bank Indonesia, Rosalia Suci Handayani, bahwa BI tidak berencana memberikan izin penggunaan kripto sebagai alat pembayaran dalam waktu sepuluh tahun ke depan.

Bukan tanpa alasan kenapa Bank Indonesia cukup alot dalam memberikan perizinan pedagangan kripto. Hal ini sebenarnya karena kelebihan kripto itu sendiri yang bisa tergolong teknologi baru sehingga perlu persiapan matang untuk itu. Seperti yang kita ketahui bahwa sistem keamanan dunia maya di Indonesia belum sekuat negara maju lainnya seperti Amerika. Dalam hal melindungi data pribadi saja terkadang masih bocor seperti kasus bocornya data pribadi pengguna BPJS. Apalagi untuk ukuran pengamanan kripto, saya membayangkannya perlu adanya orang-orang hebat dalam bidang informasi dan teknologi (IT) untuk beradu kepintaran dengan para peretas seperti yang sering terjadi di film hacker.

Kripto yang berbasis digital ini rawan untuk diretas oleh para hacker professional. Kasus pencurian aset kripto terbesar pernah terjadi pada marketplace Bitfinex, New York, Amerika Serikat pada tahun 2016. Kerugian perusahaan tersebut ditaksir mencapai US$ 4,5 miliar atau setara Rp. 64,5 triliun. Peretasnya adalah seorang pasutri bernama Ilya Lichtenstein dan Heather Morgan dan sedang diproses oleh pihak yang berwenang. Pencurian kripto ini termasuk dalam cyber crime atau kejahatan dunia maya. Sejauh ini Indonesia sudah mempunyai badan yang menangani kejahatan siber secara khusus melalui Badan Siber dan Sandi Negara yang didirikan pada akhir Mei 2017. Di Indonesia sendiri kasus kripto yang sering banyak dijumpai adalah investasi kripto bodong. Ada beberapa pihak yang menipu kliennya sebagai perusahaan kripto berizin resmi padahal perusahaan tersebut tidak mengantongi izin dari BAPPEBTI.

Peluang kesiapan badan tersebut untuk menangani kejahatan siber kripto patut dipertanyakan walaupun sejauh ini belum ada kasus pencurian aset kripto yang dialami oleh perusahaan kripto asal Indonesia. Dapartemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) perlu diancungi jempol dalam menyelesaikan kasus pencurian aset yang dialami oleh Bitfinex di atas. Dalam kasus ini, DOJ diuji kemampuannya untuk memecahkan labirin yang dibuat oleh hacker. Mereka telah memanipulasi identitas mereka kepada perusahaan crypto change dan memanipulasi asal-usul bitcoin. Ditambah mereka juga melakukan pencucian uang atau money laundering. Penangkapan terhadap pelaku baru terjadi pada 2 Februari 2002, setelah DOJ mengumumkan telah meringkus orang yang diduga kuat menjadi dalang kasus ini. Ini artinya butuh waktu 6 tahun pihak DOJ untuk menetapkan tersangkanya. Hal ini sedikit berbeda dengan pencucian uang hasil korupsi konvensional tanpa teknologi yang canggih. Bisa dikatakan aparat penegak hukum kita sudah banyak jam terbangnya dalam penanganan kasus pencucian uang korupsi konvensional. Hal ini dikarenakan KPK sendiri sudah berdiri hampir 20 tahun. Sedangkan Badan Siber Sandi Negara yang usianya baru memasuki enam tahun tentunya perlu belajar banyak mengenai modus operandi pencurian aset bitcoin dengan departemen yang menangani kejahatan siber di negara lain.

Selain menjadi tempat untuk mencuci uang, kehadiran kripto ini diduga akan menimbulkan risiko bubble dalam perekonomian masyarakat. Bubble adalah fenomena dimana nilai suatu barang naik karena trend tertentu dan menurun drastis pada waktu tertentu. Pada April tahun lalu, Bursa Efek Indonesia mengakui jika ada penurunan transaksi saham yang ada di Bursa Efek Indonesia yang semula Rp 20 triliun menjadi Rp 9 triliun. Pengamat pasar trading berasumsi penurunan ini terjadi karena kehadiran mata uang kripto yang memberikan keuntungan lebih besar. Ada dugaan nantinya nilai mata uang kripto turun drastic ketika ada sentiment-sentimen pasar yang merugikan kripto.

Saya rasa orang-orang selalu mempunyai kecenderungan tertarik dengan sesuatu teknologi baru. Teknologi blockchain dalam kripto lah yang membuat trader berpaling hati ke trading kripto. Teknologi blockchain memberikan inovasi berupa menghilangkan keberadaan pihak ketiga dalam suatu transaksi. Di sisi lain sebenarnya ini mengancam keberadaan Bank Indonesia sebagai bank central yang mengatur lalu lintas currency di suatu negara. Bisa dibilang penggunaan teknologi blockchain dalam kripto ini terlalu ultra vires atau melampaui kewenangan Bank Indonesia. Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk menentukan kebijakan moneter yang ada di Indonesia, namun keberadaan kripto menginginkan tidak adanya intervensi bank di dalamnya. Pencipta cryptocurrency, Satoshi Nakomoto, secara implisit menyindir pihak bank gagal dalam mengelola birokasi bank sehingga terjadi bailout. Bailout adalah keadaan dimana bank mengalami masalah keuangan dan membutuhkan injeksi dana dari pihak lain, biasanya pemerintahan yang memberikan suntikan dana. Jangan lupakan bahwa pendapatan terbesar pemerintah ada pada sektor pajak yang berarti pemberi dana bailout sesungguhnya adalah masyarakat. Hal ini mungkin menjadi alasan yang menjengkelkan bagi sebagian orang.

Ketar-ketir dengan perkembangan cryptocurrency di Indonesia yang begitu melejit, Indonesia mengambil sikap dengan mengumumkan wacana akan mengeluarkan central bank digital currency (CBDC). Menurut Website Bank Indonesia, kehadiran kripto bukanlah faktor utama kenapa Bank Indonesia mengeluarkan CBDC. Alasan utamanya karena central bank digital currency masuk dalam pembahasan forum bank sentral di dunia. Kehadiran CBDC tidak lain sebagai respon pemerintah untuk mendukung perkembangan teknologi digital yang kian massif di segala lini kehidupan. Jika CBDC hadir maka akan ada yang namanya rupiah digital untuk alat pembayaran. Orang-orang akan mempunyai pereferensi baru selain mata uang kertas rupiah.

Jika kita menarik benang merahnya maka sebenarnya Bank Indonesia tidak menganggapnya sebagai ancaman melainkan ada peluang. Namun ada catatatn penting bahwa Bank Indonesia harus berhati-hati akan hal itu. Dengan dikeluarkannya Peraturan Bappebti Nomor 5 tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto juga membuka penafsiran bahwa Indonesia mendukung adanya penggunaan kripto walaupun rawan untuk tindak pidana pencucian uang. Saya menggunakan logika sederhana bahwa Indonesia ingin menambah penerimaan negara melalui pajak. Jika seseorang berhasil mendapatkan keuntungan melalui kripto maka akan meningkatkan pendapatan orang tersebut. Ketika pendapatan orang tersebut meningkat maka pajak penghasilannya juga meningkat. Ini tentu saja menguntungkan negara. Maka dari itu semakin banyak yang berhasil meraih keuntungan pasar maka semakin meningkat pula pendapatan negara. Jika pendapatan negara meningkat maka akan mempermudahkan Indonesia dalam melakukan pembangunan di berbagai bidang.

Sedangkan mengenai sikap kehati-hatiannya bisa dilihat dari dilarangnya penggunaan kripto sebagai alat pembayaran. Jika kripto diizinkan sebagai alat pembayaran maka bisa menimbulkan inflasi karena tidak ada lembaga terpusat yang mengontrol pergerakannya. Maka dari itu kehadiran CBDC mendukung upaya mata uang digital namun izinnya tidak dipegang oleh sektor privat. Kekuasaan Bank Indonesia sebagai lembaga yang mengatur kebijakan moneter digunakan dengan baik. Campur tangan Bank Indonesia tetap diperlukan agar kapitalisasi pasar kripto bisa dikendalikan.

Lalu upaya yang perlu dilakukan Indonesia adalah memperkuat sistem ketahanan sibernya sehingga bisa meminimalisir dan mampu menanggulangi bilamana terjadi kejahatan siber dalam kripto. Selain itu juga dibutuhkannya payung hukum yang lebih spesifik mengenai cryptocurrency sehingga akan lebih jelas dikemudian hari bilamana terjadi sengketa. Sampai saat ini belum ada undang-undang yang mengatur secara spesifik tentang kripto. Hal ini mungkin karena Indonesia masih mengangap belum ada kejahatan kripto sehingga tidak ada urgensi untuk membuatnya. Paling banter adalah kasus investasi kripto bodong, namun tetap saja itu merugikan beberapa. Masyarakat yang ingin melakukan investasi kripto perlu memperhatikan jika perusahaan tersebut telah mengantongi izin resmi dari BAPPEBTI sebagai perusahaan tukar menukar kripto. Sejauh ini yang sudah mengantongi izin antara lain :

  1. PT Indodax Nasional Indonesia (Indodax)
  2. PT Crypto Indonesia Berkat (Tokocrypto)
  3. PT Zipmex Exchange Indonesia (Zipmex)
  4. PT Indonesia Digital Exchange (Idex)
  5. PT Pintu Kemana Saja (Pintu)
  6. PT Luno Indonesia LTD (Luno)
  7. PT Cipta Koin Digital (Koinku)
  8. PT Tiga Inti Utama
  9. PT Upbit Exchange Indonesia
  10. PT Rekeningku Doctom Indonesia
  11. PT Triniti Investama Berkat

Saya rasa bukan ide buruk jika Rancangan Undang-Undang Cryptocurrency masuk ke dalam program legislative nasional (Prolegnas) DPR sebagai bentuk pencegahan lebih dini, mengingat bahwa kejahatan besar kripto sudah terjadi di negara-negara lain. Terakhir, saya ingin mengapresiasi kepada pihak pemerintah yang terbuka terhadap inovasi digital. Semakin besar peluang pasti semakin besar resikonya. Semakin canggih teknologi maka semakin banyak jenis kejahatan yang muncul. Maka dari itu yang perlu mendapatkan ekstra penanganan ada pada resikonya bukan justru menutup diri dengan melarang penetrasi kripto dalam segala lini kehidupan.

Alat tambang jenis VGA seharga Rp. 99,99 juta
bisa didapatkan di e- commerce. Sumber : inews.id
Peralatan menambang bitcoin
Sumber : coindesk.com