Judul : I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki

ISBN : 978-623-7351-03-0

Pengarang : Baek Se Hee

Penerjemah : Hyacinta Louisa

Penerbit : PT. Haru Media Sejahtera

Tahun terbit : 2019

Jumlah halaman : 236 halaman

Genre : Self improvement

Novel “I Want to Die but I Want to Eat Tteokpokki” adalah sebuah buku yang ditulis oleh penulis berkebangsaan Korea Selatan, Baek Se Hee. Seorang wanita kelahiran tahun 1990 yang lulus dari jurusan sastra dan bekerja di salah satu penerbit, yang selama 10 tahun mengalami depresi ringan berkepanjangan (dalam istilah medis disebut juga dengan distimia) dan gangguan kecemasan. Melalui buku ini, penulis ingin berbagi pengalamannya secara jujur, bagaimana ia merasa tidak baik-baik saja, lalu meminta saran ahli, kemudian mencoba bangkit dan berusaha menyembuhkan dirinya sendiri. Baek Se Hee ingin memberitahu pada pembaca bahwa pada akhirnya kita hanya perlu sedikit lebih mencintai diri kita sendiri.

Cara kita menerima dan menghadapi satu situasi yang sama bisa menjadi berbeda tergantung dengan perasaan dan kondisi kita saat dihadapkan dengan situasi tersebut.’ (I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki, hlm. 65)

Permasalahan psikologis hingga saat ini masih dianggap sebagai hal yang kurang lazim pada beberapa kalangan masyarakat. Padahal, konsultasi ke pihak yang sudah ahli seperti psikiater sangatlah penting bagi kondisi mental sesorang. Baek Se Hee dalam buku ini secara umum berhasil menunjukan bagaimana konsultasi psikologis yang runtut dapat menyelesaikan masalah-masalah psikologis. Buku tersebut menceritakan catatan konsultasi penulis yang didiagnosis menderita distimia (depresi berkepanjangan).

Macam-macam permasalahan psikis yang dialami oleh Baek Se Hee mungkin terlihat sederhana di mata orang yang tidak mengidap gangguan mental, hanya saja sebagai pengidap distimia, Baek Se Hee memperlihatkan bahwa permasalahan sederhana dapat menjadi suatu permasalahan yang kompleks apabila memiliki pola pikir dan cara pandang yang sempit.  Baek Se Hee mencoba menyampaikan bahwa tekanan tidak selalu berasal dari luar diri melainkan juga bisa berasal dari dalam diri sendiri dan tekanan tersebut dapat diatasi dengan baik apabila seseorang sudah mampu mengenal dirinya dengan baik.

Buku karangan Baek Se Hee ini mencoba mengajak pembaca untuk mengenal lebih jauh mengenai racun yang bermula dari pikiran dan perasaan dalam diri yang dapat mengganggu kondisi psikis diri yang disampaikan secara runtut pada setiap bab-nya. Melalui dialog antara penulis dengan psikiater memperlihatkan beragam gangguan psikis yang dialami oleh penulis dan sebenarnya merupakan suatu hal tidak asing di dalam kehidupan, hal ini menunjukkan bahwa gangguan mental sendiri merupakan hal yang sangat erat dalam kehidupan sehari-hari.

Tekanan-tekanan yang dirasakan dan dihadapi oleh penulis seluruhnya bermula dari diri pribadi dan solusi yang terbaik juga bermula dari diri sendiri. Seperti rasa ketakutan dan cemas atas penilaian orang lain hingga perasaan yang menganggap bahwa segala yang didapatkan pada masa kini merupakan sebuah kegagalan, semua solusi yang diberikan oleh psikiater dikembalikan kepada penulis, karena seluruh keputusan nantinya akan kembali pada kehidupan diri sendiri.

Demi kelangsungan hidup supaya membaik Baek Se Hee kemudian memutuskan mencari kegiatan yang bisa membuat dirinya sedikit lebih lega dan melepaskan penatnya, yakni dengan cara menulis di blog pribadinya. Tulisannya pun tidak lain adalah penggalan percakapan sederhana yang membuat hati Baek Se Hee terasa jauh lebih baik ketika membacanya kembali. Melalui percakapan dan semua pemikiran Baek Se Hee tersebut ada hal-hal menarik yang dia temukan.

Bahwa ada kalanya saat dirinya merasa benar-benar sedih dan seperti tidak berguna lagi, bahkan rasanya ingin memutuskan untuk mengakhiri hidupnya ada semangkuk tteokpokki favoritnya sempat terbesit dalam benaknya. Bahkan hanya dengan memikirkan memakan ttekpokki saja sudah membuat hatinya merasa hangat dan sedikit bahagia karena membayangkan betapa nikmatnya makanan tersebut. Satu hal lucu yang dia temukan adalah bagaimana bisa semangkuk tteokpokki pedas bisa membuyarkan depresinya.

Dari sinilah Baek Se Hee menyadari bahwa rupanya selalu ada hal sederhana yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat membawa sedikit kebahagiaan. Mungkin sebenarnya yang dia butuhkan hanyalah mencintai dirinya sendiri. Dengan kata lain Baek Se Hee mengajak kita untuk melihat sekitar bahwa mungkin sebenarnya ada banyak kebahagiaan kecil yang bisa membuat hari-hari manusia menjadi terasa lebih baik dan kita perlu untuk mensyukurinya.

Penulis : Obsesiku terhadap penampilan sangatlah parah. Dulu saya tidak pernah keluar rumah hanya karena hari itu saya tidak merias wajah saya. Rasanya seperti jika berat badan saya naik, maka tidak akan ada orang yang melirik saya sedikit pun.

Psikiater : Obsesi itu tidak muncul gara-gara penampilan anda. Obsesi terhadap penampilan itu muncul karena Anda memiliki gambaran yang ideal tentang sosok diri anda. Akibat standar yang Anda buat sendiri itu, maka kriteria anda menjadi sempit dan tinggi. (halaman 35-36)

Keluhan Baek Se Hee tentang kecemasannya atas penilaian orang lain terhadap wajahnya yang belum ber-make up saat keluar segera menemui jawaban lewat skema dialog yang ditampilkan dalam buku ini. Jawabannya sederhana, hal yang membuat Baek Se Hee cemas bukanlah penampilannya atau penilaian orang lain, tetapi standar yang dibuat oleh dirinya sendiri.

Sebenarnya, tidak ada seorang pun yang meremehkan saya, sayalah yang paling meremehkan diri saya sendiri.” (halaman 120)